Jumat, 25 November 2011

Harmoni Kehidupan (cerpen)


Takdir.

Suratan ilahi yang tak akan pernah bisa kau pungkiri kebenarannya.

Takkan bisa kau hindari keberadaannya.


Maka, jika takdir itu telah menghampirimu.

Persiapkanlah hati dan keimananmu.

Lapangkanlah hatimu akan semua yang telah Ia takdirkan untukmu.

Kuatkanlah keimananmu agar kau terhindar dari keputus asaanmu.


**

Ku kerjapkan mataku beberapa kali, mencoba menetralisir kilauan cahaya matahari yang sudah menyeruak masuk melalui celah jendela yang semalam ku biarkan sedikit terbuka. Aku berjalan terseok mendekati jendela kamar yang berada di samping kiri tempat tidurku. Ku serbak kedua jendela agar terbuka lebar. Kicauan burung yang berkicau ria langsung menyapa indera pendengaranku. Ku tarik kedua sudut bibirku membentuk sebuah lengkungan manis.

"ku hirup udara dan rasakan hangatnya mentari..oh indahnya hari ini..menjalani hidup yang pasti.." aku bersenandung kecil seraya berjalan menuju kamar mandi.


**

 
Hari ini adalah hari senin, hari dimana menurut sebagian siswa 'keramat' itu tentu membuat kami datang lebih pagi. Begitu pula denganku, aku tengah berjalan menyusuri koridor sekolah yang masih sepi. Ku hentikan langkahku, saat ku lihat seorang gadis cantik yang tepat berdiri di hadapanku ini menyunggingkan seulas senyum. Ku balas senyuman itu.

"pagi yo." Sapa Ify

"pagi sayang." kataku pada Ify - kekasihku itu-.

"tumben kamu gak kesiangan hari ini? Kesambet apaan?" tanyanya meledek seraya terkekeh

"kesambet setan cintanya kamu." jawabku yang sukses membuat kekasihku ini menyembulkan rona merah di pipi mulusnya.

"ih, apaan sih! pagi-pagi udah nge-gombal" ujarnya seraya berlalu dari pandanganku. Aku hanya tersenyum, dan melanjutkan perjalananku menuju kelasku.

**

 
Suasana khidmat dan hening menyelimuti upacara bendera hari ini. Hanya terdengar bunyi 'krekek. krekek' dari tiang bendera yang sudah berkarat itu.

 
**

"Rio."

"....." aku tidak menjawab.

"Yo, Rio"

"....." aku masih tidak menjawab, karna tengah asik melamun seraya senyum-senyum sendiri.

"Mario Stevano!" tegurnya sedikit berteriak, dan membuatku tersikap. Oh iya, aku sampai lupa memperkenalkan namaku. Mario Stevano Aditya Haling, itulah nama lengakapku. Kalian bisa memanggilku Rio, Vano, atau Adit.

"eh,i..iya fy, ada apa?" tanyaku gelagapan.

"itu makanannya dimakan, jangan di aduk-aduk terus!" tegurnya -lagi-. "kamu mikirin apa sih? Daritadi senyam-senyum terus? Jangan jangan...kamu mikir yang jorok-jorok ya?" tanyanya di iringi kalimat 'tuduhan' di akhirnya.

“sembarangan! Enggak mungkin dong seorang Mario Stevano ini berfikiran  kaya yang kamu bilang barusan.” Tukasku.

“em yo, aku mau ngasih tau kamu sesuatu hal. Tapi aku mohon, kamu jangan jauhin aku ya, jangan tinggalin aku.” Ujar Ify lirih.

“iya, aku janji gak bakalan ninggalin kamu. Emang ada apa fy?” Tanyaku. Raut wajahku berubah menjadi serius.

“yo, mmm sebenernya aku......” butiran Kristal meluncur bebas dari pelupuk mata Ify sebelum ia menyelesaikan kalimatnya. Ia mendekapku erat, dan semakin erat. Aku membelai rambutnya pelan.

“aku……kena penyakit lupus yo.” Lanjut Ify. Ia semakin gencar menyerukan matanya agar memperbanyak reproduksi butiran-butiran Kristal dari pelupuk matanya. Aku tertegun mendengar itu. Lu…pus? Penyakit langka yang sampai sekarang belum ada obatnya itu? Mengapa harus Ify tuhan? Mengapa bukan aku saja?

“tubuh aku gak akan bisa seperti ini lagi yo. Aku bakalan kurus kering, rambutku menipis, dan kulit aku bakalan pecah-pecah. Aku….akan cepat mati yo.” Racau Ify lirih. Aku tak tega melihatnya, ku eratkan kembali pelukanku. Andai kamu tau semua yang tengah aku rasakan fy.

“dunia ini fana fy. Semua yang bernafas, pasti akan merasakan mati, termasuk aku. Dan untuk penyakit kamu, kamu harus sabar ya sayang. Bukankah Allah menghadiahi sakit untuk diri kita agar kita mau bersyukur atas nikmat sehat yang ia berikan? Allah tak akan memberimu ujian seberat itu, jikalau kau tak sanggup menanganinya. Serahkan semuanya pada Allah yah fy, bertawakal-lah selalu, rajin-rajin berdo’a dan menambah roka’at sholat tahajjud dan dhuha kamu.” Ujarku menenangkan seraya menyunggingkan seulas senyum, senyum terbaikku. Ify balas tersenyum seraya mengangguk pasti.

“dan satu lagi. Aku terima kamu bukan karena fisik kamu yang cantik, otakmu yang pintar, dan juga bukan karena kamu wanita yang paling dikagumi banyak pria disekolah. Aku menyayangimu dan mencintaimu benar-benar dari sanubariku. Jadi, bagaimanapun kamu, siapapun kamu, aku akan tetap selalu ada disampingmu, karna aku menyayangimu dan….mencintaimu.” tambahku. Ify menyeringai lebar, dibonusi pipi merah merona yang terpancar jelas dari kedua pipinya.


**


Orion tengah berbagi sinarnya pada bumi malam ini. Aku terduduk dibalkon atap rumahku. Ku pandangi satu demi satu rasi bintang yang tengah berkemilap itu. Pusing. Aku segera menuruni undakan tangga dengan terburu-buru. Ku sibak pintu kamar mandi dan menyerobot masuk, lalu menutup pintu dan menguncinya.
Cairan pekat berwarna merah meluncur perlahan dari hidungku. Aku segera mengelapnya. Aku kembali teringat dengan ucapan Ify tadi siang yang merasa sedih atas penyakitnya. Ku pandangi diriku dicermin. Miris rasanya, kalau Ify mengetahui keadaanku saat ini.

Apa kau tau fy? Sebenarnya aku munafik! Apa kau tau? Semalaman setelah aku mengetahui penyakitku, aku sempat mencerca tuhan yang aku rasa tak adil dengan semua ujian yang ia berikan untukku. Aku menangis, sesuatu hal yang seharusnya pantang untuk seorang lelaki melakukan itu. Aku lemah fy. Aku sama sepertimu. Aku pun tak kuat menerima semua ini.

Beberapa hari aku tak masuk sekolah, saat itu aku memberitahumu aku sakit. Ya, aku sakit. Aku sakit atas takdir tuhan yang ia gariskan untukku. Mengapa harus seberat ini? Selama beberapa hari itu aku merenung, tak berniat sedikitpun untuk melaksanakan perintah-Nya.

Setelah perenunganku itu, aku sadar. Tuhan tak akan menguji hambanya, jikalau hambanya itu tidak sanggup menghadapinya. Aku mulai membangun kembali pertahanan imanku. Aku kembali melaksanakan perintah-Nya, bahkan lebih baik dari sebelumnya. Aku mulai menambah rakaat sholat dhuha ku, memperlancar bacaan al-qur’anku, menyeringkan shalat tahajjudku, menambah amalanku, memperbaiki sifat-sifatku.

 “mungkin aku yang akan cepat kembali pada tuhan fy, bukan kamu.” Ujarku lirih.


**


Sore ini aku berniat mengajak Ify jalan-jalan, -mungkin- untuk yang terakhir kalinya. Kami berjalan beriringan menuju sebuah danau. Danau tempatku dan Ify melepas penat setelah dijejali berbagai mata pelajaran selama satu minggu penuh. Kami terduduk ditepian danau, mengamati beningnya air danau yang tampak berkilau diterpa cahaya mentari yang mulai terbenam perlahan. Saat-saat seperti ini, pasti akan sangat aku rindukan jika tiada nanti.

Aku menoleh kearah gadis cantik disampingku. Ia sepertinya tengah asik memperhatikan kilauan air danau. Aku tersenyum.

“fy..” seruku pelan.

“ya?” Ify menoleh.

“maaf kalau selama ini aku belum bisa nyenengin kamu.” Ujarku tiba-tiba, dan membuat Ify menautkan kedua alisnya, heran. Sedetik kemudian, ia tersenyum.

“aku juga mau minta maaf, belum sesuai sama yang kamu minta.”

Aku mengangguk pelan.

“fy, aku pasti bakalan kangen banget sama kamu. Aku gak akan pernah lupain kamu.” Ify tersikap, ia menatapku lirih.

“kamu kenapa yo? Kaya yang mau ninggalin aku aja. Jangan dong, nanti aku sama siapa? Aku kesepian kalau gak ada kamu, Cuma kamu penyemangat satu-satunya hidupku setelah aku terkena penyakit lupus.” Ify menunduk lantas memeluk kedua lututnya, sepertinya ia akan menangis.

“jangan nangis fy!” aku mengangkat wajah Ify, agar menatapku. “ Bukannya gitu, aku juga gak mau ninggalin kamu. Tapi umur manusia kan gak ada yang tau fy.” Lanjutku.

“iya, tapi kamu jangan ngomong kaya gitu. Kesannya kaya mau ninggalin aku.” Satu tetes air mata Ify keluar, lalu dengan gerakan cepat, aku menyekanya.

“aku gak bakalan tinggalin kamu kok, janji.” Ujarku seraya mengangkat jari tengah dan telunjukku membentuk huruf V.

Setelah itu kami terdiam, kembali menikmati indahnya kemilau danau yang tak akan pernah aku rasakan kembali.


**


Nyanyian binatang malam berkoar merobek sunyi. Aku kembali terduduk dibalkon atap rumahku, menikmati setiap keindahan malam –mungkin- untuk terakhir kalinya. Angin malam begitu menusuk membuat tubuhku bergidik kedinginan. Pusing berat menghampiriku. Aku menyegerakan bergegas menuju kamarku untuk merebahkan tubuh ringkihku barang sebentar saja.

Aku segera menyeruak masuk. Lenganku meraba-raba dinding tembok,karena aku sudah tak kuat untuk berjalan,

“hoeks” aku memuntahkan cairan pekat berawarna merah, darah. Tak lama setelahnya, cairan pekat itu mengucur deras dari hidungku. Pusing dikepalaku tak berkurang sedikitpun, malah membuatku semakin kalang kabut. Tubuhku mulai limbung, dengan langkah gontai, aku segera menuju tempat tidurku. Dan ‘Bruk’ aku kehilangan keseimbangan tepat di samping tempat tidurku. Perlahan aku mulai menutup mataku dan berucap lirih menyebut asma allah. Aku tersenyum, senyum yang mungkin tak akan kau jumpai kembali setelah ini.


**


Pagi ini awan kelabu menghiasi langit. Bahkan mentaripun sepertinya sangat enggan untuk memancarkan secerca cahayanya ke bumi.

Ify, gadis cantik ini tengah termenung didalam kamarnya. Sudah beberapa hari belakangan ini Rio –aku- tak berkunjung ke rumahnya. Suara ketukan halus pintu membuat Ify dengan malas membukakan pintu depan rumahnya. Pria berkumis mengenakan topi dengan seragam orange khas petugas kotak pos berdiri dihadapan Ify. Ia tersenyum, lantas memberikan sepucuk surat untuk Ify. Setelah Ify mengucapkan terimakasih, ia berlalu.

Perlahan Ify memperhatikan surat itu. Surat dari siapa ya? Ify merobek salah satu bagian ujung surat, lalu mengeluarkan isinya. Perlahan bola mata Ify mulai memperhatikan alur tulisan.


Assalamu’alaikum my Princess.

Apa kabar fy?

Fy, maaf ya akhir-akhir ini aku jarang mengunjungimu.

Mungkin saat surat ini sampai ditanganmu, aku sudah tiada.

Bacalah surat keterangan dari Rumah Sakit yang ada didalam amplop ini ya fy!

Ify membuka surat lainnya didalam amplop. Lalu bergumam “kanker otak stadium akhir.” Ify tertegun, air matanya mulai mengalir.

Kamu sudah mengetahui kan sebab aku jarang mengunjungimu akhir-akhir ini?

Hehe maaf ya, aku gak bisa tepatin janji aku.

Jangan sedih ya fy, lawan penyakitmu! Jangan kalah sama penyakit seperti aku.

Ingat fy, Allah selalu bersama orang-orang yang penyabar.

“RIOOOOOOOO kenapa kamu ninggalin aku secepat ini? Aku gak mau kehilangan kamu YO! Tuhan….aku pengen mati. Aku pengen nyusul Rio disurga.” Ify terduduk, lantas menangis dengan terus berteriak tak jelas.


**


Jika sakit itu datang, maka syukurilah nikmat sehat yang telah Tuhan berikan untukmu.

Jika ujian itu datang, maka sabar dan tawakkal adalah kunci utama menghadapi semuanya.

Jika orang yang kau sayang pergi meninggalkanmu, maka jangan sia-siakan orang lain yang kau sayang yang masih menemani hari-harimu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar